Pesan idul adha yang syarat makna

Pada hari ini seluruh umat Islam di dunia sedang
merayakan Hari Raya Idul Adha 1429 Hijriyah yang
merupakan salah satu bentuk syiar Islam yang paling
besar. Hari raya yang merupakan ekspresi syukur
kepada Allah subhanahu wa ta ’ala (SWT) atas selesainya sebuah jihad jasadi dan rohani yang
dilakukan oleh sebagian dari kita yang sedang
menunaikan ibadah haji di tanah suci Makkah dan
Madinah. Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah! Sesungguhnya hari raya bukan hanya aktifitas ritual
atau rutinitas religi setiap tahun, namun ia merupakan
hari agung yang bermakna besar baik secara
hablumminannas (horizontal) atau hablumminallah
(vertikal), baik secara individual maupun kolektif, baik
spiritual ataupun sosial. Sebab hari raya Idul Adha adalah manifestasi dan realisasi dari dimensi spiritual
yang sangat dalam, menyelami perjuangan panjang,
pengorbanan dan kesabaran yang dilakukan oleh nabi
Ibrahim ’alaihis salam dalam menjalankan perintah- perintah Allah subhanahu wa ta ’ala, memperjuangkan ketauhidan, merintis generasi
terbaik (khairu ummat) yang dibimbing oleh Rasulullah
SAW. Apa yang diperjuangkan oleh nabiyullah Ibrahim AS
dalam memerangi kebodohan, kemistikan, kezaliman
dan kediktatoran dicatat dalam oleh Al-Qur ’an. Beliau tampil menjadi sosok yang terus berkorban
untuk menyebarkan risalah Allah dan menghidupkan
umat dengan nilai-nilai iman, tauhid dan pengorbanan
walau harus dipanggang dalam api yang menyala-
nyala. Pengorbanan tersebut tidak berhenti di sini, tetapi
lebih jauh lagi abu al-anbiyaa, Ibrahim AS bahkan
diperintah Allah agar rela mengorbankan belahan
jantungnya, Ismail AS, anak laki-laki yang sangat ia
cintai. Kita tidak bisa bayangkan betapa beratnya
perintah tersebut! Hal itu tidak mungkin akan dilakukan oleh seseorang kecuali atas dasar keimanan
tinggi, tawakkal yang sempurna, dan ketulusan hati
yang dalam sehingga Allah tebus ketaatan dan
keikhlasan tersebut dengan seekor domba. Sebuah
peristiwa yang kemudian Allah abadikan dengan
pujian yang baik bagi generasi berikut dengan berkurban di saat musim haji dan hari raya Idul Adha. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah! Apa yang terjadi pada diri nabi Ibrahim AS, tentu tidak
terjadi secara tidak sengaja dan tanpa desain. Bila kita
renungkan secara seksama rangkaian peristiwa yang
meliputi nabi Ibrahim dan putranya Ismail AS yang
kelak melahirkan Rasulullah SAW di tanah Makkah,
sesungguhnya semuanya telah didesain oleh desainer super (super designer) yaitu Allah SWT. Sebuah misi dan proyek besar ini diawali dari sejak
nabi Ibrahim meninggalkan negeri Irak yang terkenal
subur, menuju Hijaz/Jazirah Arab yang gersang dan
tandus sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur ’an: ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang
demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur. ” (Ibrahim : 37). Apa yang terjadi di atas, sesungguhnya menegaskan
adanya proyek dan kontrak besar yang terjadi antara
Allah dan nabi Ibrahim AS. Dan sebagai bagian dari hal
tersebut—dengan kekuasaan Allah —di hari tua nabi agung ini mendapatkan keturunan yaitu Ismail dan
Ishak yang ia doakan agar senantiasa melahirkan
keturunan yang selalu mendirikan shalat. Doa ini
kemudian direspon Allah dengan kelahiran nabi Isa AS
dan khatamu al-nabiyyin, Muhammad SAW yang
membawa ajaran Islam yang menyempurnakan ajaran anbiya sebelumnya. Sekali lagi, proses penempatan nabi Ibrahim di Makkah
dengan mendirikan Ka ’bah, melahirkan nabi Ismail kemudian nabi Muhammad SAW merupakan skenario
besar dan desain agung yang diinginkan oleh-Nya agar
lahir kemudian masyarakat yang dijuluki oleh Al-
Qur’an sebagai khairu ummat (sebaik-baik umat) yaitu umat Islam. Skenario dan desain yang diinginkan
oleh Allah ini kemudian diabadikan dan
disimbolisasikan dalam praktek yang diteladankan
oleh Rasulullah SAW dan diikuti oleh umatnya dari
dahulu, sekarang dan di masa mendatang dalam
prosesi ibadah haji yang dilaksanakan di tanah suci Mekkah-Madinah. Maka lantunan seruan yang menggema di tanah suci
adalah kata-kata ’labbaikallahumma labbaik, labbaika la syarika laka...! (Di sini aku memenuhi
panggilan-Mu ya Allah, saya berada di sini...tiada
sekutu bagi-Mu ya Allah) sesungguhnya adalah ikrar
dan proklamasi kesiapan masing-masing jama ’ah haji untuk menghadirkan kembali kontrak Ilahi antara
nabi Ibrahim dan Allah tersebut dalam mega proyek
yang disiapkan oleh Rabbu al-Izzah untuk selalu
melahirkan generasi-generasi imani dan Qur ’ani. Di sinilah substansi esensial dari prosesi haji
sesungguhnya yang harus dimaknai baik oleh mereka
yang menjalankannya atau bagi umat yang
merayakan hari raya Idul Adha di negeri masing-
masing. Ikrar individual yang dilakukan oleh jemaah
haji untuk selalu siap mengagungkan asma Allah, siap mengulangi sikap taat, ikhlas, tawakkal dan ber-
taqarrub kepada-Nya seperti yang dilakukan oleh nabi
Ibrahim, hendaknya juga dapat dihadirkan oleh setiap
individu Muslim di manapun mereka berada. Sebab
tanpa dapat memaknai hari raya ini dengan hal
demikian, sesungguhnya kita telah kehilangan substansi esensial dari Idul Adha. Dengan Idul Adha, Allah melatih dan menempa
umatnya agar senantiasa berkemauan tinggi,
berkorban dan bersabar dalam mendekatkan diri
kepada Allah dan sesama manusia, karena hanya
dengan yang demikian umat ini dapat menapaki
tangga menuju kejayaan dan kegemilangan. Semua ini tidak dapat dihadirkan secara mudah, tetapi
membutuhkan penempaan diri, pelatihan kejiwaan
agar amalan yang berat dapat menjadi ringan. Hal demikian yang telah diteladankan oleh Rasulullah
SAW kepada bangsa Arab sehingga mereka
berbondong-bondong masuk Islam yang tampil
sebagai agama yang membebaskan manusia dari
berbagai belenggu sosial, politik, ekonomi dan lain
sebagainya. Dengan didasari oleh prinsip-prinsip Al- Qur’an, Rasulullah berhasil menghadirkan umat yang bekerja keras, rasional, peduli, jujur, komitmen,
amanah, mementingkan orang lain dan cinta damai.
Kondisi ini kemudian berhasil memelejitkan bangsa
Arab pada zaman dahulu yang dicatat oleh sejarah
sebagai pemimpin dunia ilmu pengetahuan dan
peradaban. Ilmu pengetahuan dan peradaban yang dibangun di atas dasar persaudaraan, kebebasan dan
keadilan. Oleh karenanya, umat Islam yang sedang menunaikan
ibadah haji atau yang sedang merayakan Idul Adha,
seyogyanya dapat menyelami makna dari misi dan
proyek besar Allah di atas serta mengkaji lebih dalam
lagi tentang kontrak agung antara Allah dan nabiyullah
Ibrahim dalam menghadirkan khairu ummat. Kita diharuskan untuk terus menerus menebar kebaikan,
berjuang memerangi kebodohan, kemiskinan,
kezaliman dan kediktatoran serta menebar peduli,
empati, berbagi, terus mendekatkan kepada Allah dan
mendekatkan diri antar sesama manusia
sebagaimana diteladankan oleh nabi Ibrahim dan nabi Muhammad SAW selama hidup mereka. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah! Masing-masing kita terus melantunkan takbir, tahmid,
dan tahlil dari sejak tadi malam. Lantunan takbir,
tahmid, dan tahlil yang merupakan manifestasi dari
rasa syukur kita kepada Allah SWT atas segala nikmat
yang kita dapati. Takbir, tahmid, dan tahlil ini
sesungguhnya punya spektrum makna yang sangat luas sekali. Oleh karenanya ketika kita pergi ke tempat
shalat Ied dan pulang darinya hendaklah dilakukan
dari jalan yang berbeda agar gaung takbir, tahmid dan
tahlil tersebut dapat didengar oleh seluruh semesta. Oleh karenanya seorang yang tergolong kaya akan
sejenak melupakan ketergantungan dan
keterbelengguan dengan harta, merendahkan hati
menyongsong kebenaran dan keagungan Allah
karena menyadaari bahwa seluruh orang yang ada di
sekitarnya adalah saudara. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah! Hari raya secara sosiologis juga memberi ruang yang
lebar kepada anak-anak untuk bersenang gembira,
memfasilitasi kaum dhuafa agar meraih kemudahan
dan kelapangan, hari di mana para kerabat dan
keluarga dapat bertemu dalam ikatan persaudaraan,
empati dan kebajikan, hari di mana kaum Muslimin dipertemukan dalam toleransi dan saling kunjung
mengunjungi berbagi cerita sukses, hari di mana para
sahabat dapat memperbaharui rajutan cinta dan
kedekatan, di hari di mana para tetangga dapat
memperbaharui kedekatan relasi dan kerjasama
karena mereka adalah saudara kita yang paling dekat. Pada hari ini, masyarakat diingatkan dan dilatih untuk
peduli terhadap haknya para dhuafa dan kaum papa.
Dengan demikian, membentanglah spektrum
keceriaan di hari raya ini ke seluruh anak bangsa dan
kenikmatannya dapat membanjiri setiap rumah
tangga yang ada. Dan keceriaan akan menembus seluruh relung-relung hati masyarakat, baik anak atau
orang tua, muda atau tua, wanita atau laki, karyawan
atau majikan dan lain-lain. Pada hari ini, kemuliaan dan keikhlasan hati untuk
berkurban tumbuh bersemi dan diharapkan tidak
berhenti di sini tetapi dapat berkembang dan berlanjut
hingga di masa mendatang. Dengan demikian, sikap
ikhlas beramal, berkurban dan berbagi dengan hati
ikhlas yang penuh dengan cinta kasih dapat menghiasi kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bahkan
berkonstitusi di tengah kondisi bangsa dewasa ini.
Semua ini merupakan wujud nyata dari proyek besar
Allah yang diawali oleh nabi Ibrahim dan
disempurnakan oleh Rasulullah dengan menghadirkan
’rahmatan li al-alamin’ Islam ke seluruh bumi.

0 komentar:

Post a Comment

Tinggalkanlah komentar anda di sini

Baik tidaknya artikel ini hanya pada sebatas tujuan untuk berbagi. baik itu informasi, inspirasi ataupun sekedar basa basi. Baca juga artikel yang lain, terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More