WOW... Ada wacana pengadaan kamar seks di lapas!

Belakangan muncul berita tentang pengadaan kamar
seks khusus bagi para tahanan baik di rutan maupun di
LP bagi para narapidana. Tentu di negara demokratis
ini cepat sekali muncul pro dan kontra terhadap suatu
kebijakan. Untuk itu mari kita bersama mencari akar
dari wacana yang muncul itu. Manusia adalah makhluk yang memiliki naluri seks,
yakni naluri untuk menyalurkan hasrat seksnya (yang
secara normal) kepada lawan jenisnya. Bukan main-
main, nafsu seks bisa membuat orang untuk
melakukan tindak pidana. Bahkan orang rela
membunuh hanya untuk menyalurkan hasratnya yang sudah tidak bisa dibendung oleh akal sehatnya lagi. Hal
itu mungkin dilakukan oleh orang memang sudah
wajar melakukannya, dalam artian, dia sudah dewasa
hingga butuh itu. Namun ada juga yang melakukannya
di saat usianya masih muda.
Dari kasus semacam itu kita jadi sadar kalau seks itu bukan perkara main-main. Dia lebih dari sekedar
kebutuhan. Seks adalah sebuah kebutuhan yang sulit
digantikan. Sulit untuk mencari diversifikasi dari seks.
Kalau saja makanan pokok nasi bisa diganti menjadi
ubi, maka Hubungan Persebadanan tak akan mungkin
diganti dengan onani atau masturbasi. Namun, keadaan penjara menjadikan kebutuhan itu
terkekang. Untuk melampiaskannya, homoseksualitas
di penjara adalah rahasia umum. Narapidana yang
notabene adalah “penghuni” baru akan menjadi santapan penghuni lama. Jadi ada semacam rumor
yang berkembang kalau para pria takut berbuat
kejahatan bukan karena takut disiksa oleh para sipir,
tapi lebih karena takut disodomi oleh narapidana yang
haus seks di sel tadi.
Narapidana yang telah berumah tangga dan dipenjara, merupakan subjek yang kerap kali melakukan itu.
Sebab mereka telah terbiasa melakukan hubungan
seks secara legal kepada istrinya, nyatanya di penjara,
kegiatan itu menjadi tidak ada. Bila pemuda bisa
melampiaskannya lewat onani, lelaki yang telah
beristri tentu sulit. Sebab kepuasan dari kedua kegiatan itu (onani dan hubungan badan) tentu jelas
berbeda.
Maka, wacana pengadaan kamar seks adalah sebuah
wacana yang wajar dan perlu dipertimbangkan secara
mendalam. Ketiadaan tempat penyaluran seks hanya
akan semakin menyiksa para tahanan dan juga termasuk pasangan yang ada di luar tahanan.
Bayangkan seberapa kesepiannya pasangan para
tahanan baik itu suami atau istri yang mereka
tinggalkan di rumah. Dengan kata lain, pengadaan
kamar seks ini bukan hanya kebutuhan para tahanan,
tapi juga kebutuhan para pasangan yang mereka tinggalkan. Lebih jauh, kamar seks ini bisa saja menjadi
obat suatu keadaan dimana para suami atau istri harus
selingkuh untuk mengobati hasratnya.
Keadaan psikis yang tidak sehat tentu menjadi perusak
agenda pembinaan para tahanan. Memang di satu sisi
penjara memberikannya pelajaran penting agar jera dan tidak mengulangi kesalahan lagi. Tapi mungkin
masih ada formula yang lebih jitu daripada hanya
sekedar mengekang gejolak bawah selangkangan.
Setiap regulasi (tentu) ada penyelewengan, namun
pada dasarnya setiap aturan itu adalah bertujuan baik.
Sekarang tugas kita adalah bagaimana cara meminimalisir penyelewengan itu. Bisnis Seks di LP
adalah satu ketakutan mengapa kamar seks adalah
agenda yang mengada-ada. Kamar seks sendiri
dibatasi khusus kepada pasangan yang telah menikah
secara sah di mata hukum RI.
“Ini harus ada pengaturan yang jelas sehingga tidak terjadi penyalahgunaan tempat tersebut atau
dibisniskan pula oleh oknum petugas, ” ujar Dr Pedastaren Tarigan, pengamat Hukum dari Universitas
Sumatera Utara.
Selain itu pengawasan juga harus diperketat agar
penyelewengan bisa semakin ditekan. Wacana ini
sendiri sudah disetujui oleh wakil ketua DPR bidang
Hukum, Priyo Budi Santoso.
Bagaimana menurut anda?

0 komentar:

Post a Comment

Tinggalkanlah komentar anda di sini

Baik tidaknya artikel ini hanya pada sebatas tujuan untuk berbagi. baik itu informasi, inspirasi ataupun sekedar basa basi. Baca juga artikel yang lain, terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More