Awas waswas!!

Dalam keadaan baju yang basah dan wajah yang
lelah ia berdiri di hadapan teman-temannya. Setelah
itu ia angkat kedua tangannya ke atas kepalanya , seraya berkata dengan lantang, “Allahu akbar !” Teman-temannya kaget dan mungkin saja
menertawakannya dalam hati. Ada apa dengannya?
Ia baru saja memenangkan perlombaan maraton?
Atau baru menyabet juara satu perlombaan renang?
Atau baru saja latihan jihad? Bukan. Bukan itu semua.
Ia sedang memulai shalat ketika itu!

Ia salah seorang teman saya, sebut saja Ridwan
(nama samaran). Setelah “menghilang” beberapa lama dari pondok pesantren, ia kembali lagi dalam
keadaan sudah tidak “normal” . Badannya jadi nampak kurus, mukanya sedikit pucat dan
pandangannya terlihat sayu, hanya sedikit gairah
hidup yang terpancar di matanya. Bukan itu saja,
banyak tingkah laku barunya yang membuat teman-
temannya mengernyitkan kening atau geleng-geleng
kepala. Bila di kamar kecil ia bisa menghabiskan waktu lebih
dari setengah jam hanya sekedar untuk buang air
kecil! Kalau buang air besar atau mandi? Tentu bisa
berjam-jam. Ketika hendak shalat, ia bisa
menghabiskan lima belas menit lamanya hanya
sekedar untuk berwudhu. Lalu ketika baru saja masuk shaff, ia sering membatalkan shalatnya, lalu
mengulang lagi “ritual” yang tadi dikerjakannya di kamar kecil dan di tempat wudhu. Karena “ritual” itu pula, ia jadi sering tidak mendapatkan jamaah
shalat dan itu terjadi di setiap shalat lima waktu. Bila shalat sendiri (karena masbuk), mungkin lima
menit lamanya ia habiskan hanya untuk takbiratul
ihram; ia mengulangnya berkali-kali dengan suara
yang keras! Begitu juga shalatnya, sangat lama.
Bukan karena membaca surat atau dzikir yang
panjang, tapi karena ia mengulang-ulang bacaan yang baru dibacanya, seakan bacaannya selalu salah! Bisa jadi orang-orang tertawa menyaksikan tingkah
lakunya yang serba aneh seperti itu, tapi saya justru
merasa kasihan dan prihatin dengannya. Sebab,
sebenarnya ia sedang menderita ketika itu. Saya bisa
merasakan penderitaannya, karena saya sendiri
pernah merasakan apa yang dirasakannya, meskipun tidak separah yang menimpanya. Ia tertimpa
penyakit yang menurut istilah fuqaha dinamakan
waswas. Waswas adalah keraguan yang ditiupkan
syaithan kepada seseorang sehingga seakan-akan
(keraguan itu) menguasai ibadahnya atau perkara din
lainnya. Penyakit itu awalnya terjadi pada satu masalah, tapi
lambat laun akan merembet ke masalah lainnya bila
tidak segera ditangani. Seperti yang pernah saya
rasakan beberapa tahun silam. Pertama kali terjadi
ketika shalat. Dalam suatu shalat, ketika sedang
membaca Al-Fatihah, saya merasakan lidah ini berat dalam mengucapkannya. Seolah-olah bacaan saya
kurang benar atau kurang fasih. Dan itu terjadi di
setiap shalat lima waktu. Tidak berapa lama setelah
itu, saya merasakan “keanehan ” lain lagi, yaitu dalam wudhu. Setiap berwudhu saya jadi sering ragu.
Kerap ada saja beberapa bagian anggota wudhu yang
terasa belum terbasuh, entah ujung jari atau tumit
kaki atau anggota wudhu lainnya. Waswas itu tidak berhenti sampai di sini. Setelah itu,
acap kali saya ragu dalam menghitung berapa kali
saya membasuh anggota wudhu: apakah sudah tiga
kali atau baru dua kali? Atau justru baru satu kali atau
malah belum di basuh sama sekali? Waswas seperti
itu memaksa saya untuk mengulang-ulang membasuh anggota wudhu (mirip seperti yang
dilakukan Ridwan) agar lebih “yakin dan tenang ”. Namun ketenangan kah yang saya dapatkan? Yang
terjadi justru sebaliknya. Makin sering keraguan dan
waswas melanda ibadah saya ini, bahkan merembet
pula ke ibadah lainnya. Tentu saja itu sangat
menyiksa, sebab bukan kelelahan fisik saja yang
terasa, tapi psikis ini pun turut berteriak. Waswas memang benar-benar merusak ibadah dan fisik
seseorang! Bukan hanya itu saja penderitaan yang dihasilkan
penyakit ini. Bila tidak segera ditangani dan diobati
Waswas juga bisa merusak perkara din lainnya, di
antaranya aqidah penderitanya! Dan itu yang dialami
Ridwan. Saking parahnya waswas yang menimpanya,
sampai keluar dari lisannya pertanyaan yang membuat saya merinding, “Apa benar ya, Allah itu di atas Arsy? “ Waswas sudah menyerang aqidahnya! Dan yang mengerikan juga (entah ini lebih atau
kurang mengerikan dari sebelumnya) waswas ini
bisa membahayakan nyawa penderitanya. Kakak
Ridwan bercerita bahwa suatu hari ketika curhat
dengannya Ridwan pernah mengutarakan
keinginannya untuk mengakhiri hidupnya, karena frustasi dengan penyakit waswasnya tersebut! Masih ada lagi efek mengerikan dari waswas. Ibnul
Qayyim dalam Ighatsatullahafan menyebutkan
bahwa penyakit waswas yang telah kronis itu bisa
membawa penderitanya menjadi seperti
Sufasthoiyyah yaitu kaum yang mengingkari sesuatu
yang konkret dan nyata. Bila mereka telah melakukan sesuatu yang disaksikan sendiri oleh mata mereka
dan didengar oleh telinga mereka serta dirasakan
oleh tubuh mereka, mereka menganggap bahwa
perbuatan itu hanya ilusi bukan hakikat yang
sebenarnya! Sangat mirip dengan orang gila!
Naudzubillah min dzalik.. Tidak ada suatu penyakit, kecuali pasti ada obatnya.
Demikian Nabi kita bersabda. Maka begitu pula dengan penyakit waswas ini, pasti ada obatnya. Dari
beberapa penjelasan Ibnul Qayyim dan beberapa
ulama lainnya, bisa disimpulkan obat waswas yaitu: 1. Memperbanyak dzikir dan memohon pertolongan
kepada Allah, di antaranya ta ’awudz (memohon perlindungan) dari syaithan. Sebab, penyebab
penyakit ini, tidak lain, tidak bukan, muncul dari
syaithan. Ialah yang memiliki andil besar dalam
memunculkan dan “mengembangbiakkan ” penyakit ini pada diri seseorang, disamping
kelemahan mental si penderitanya juga. 2. Melawan waswas itu dengan yakin.
Nabi sabda, “Syaithan mendatangi salah seorang dari kalian lalu bertanya, ‘Siapa yang menciptakan ini? ‘ ‘Siapa yang menciptakan itu? ‘ , sampai ia bertanya, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu ?’ kalau sudah sampai keadaan begini, maka
memintalah perlindungan kepada Allah dan
berhentilah (mendengar bisikan itu). “ (HR. Bukhari: 3276 Muslim: 214) dalam riwayat lain: hendaknya ia
berkata, “Aku beriman kepada Allah, benarlah Allah dan Rasul-Nya. ” Tatkala seseorang mulai merasakan gejala penyakit
ini, maka ia harus segera melawannya dengan yakin.
Ketika sering ragu apakah keluar sesuatu dari
kemaluan tatkala selesai buang hajat, maka yakini
tidak keluar apa pun darinya. Ketika waswas muncul
saat berwudhu, sudah dibasuhkan tangan ini? Sudah terkena air kah tumit ini? Maka lawan dengan
yakin, ” Ya, saya sudah membasuh tangan dan tumit saya “ . Begitu juga dalam perkara ibadah lainnya, ketika waswas melanda, ia harus melawannya
dengan yakin. Setelah mencoba resep yang dinasihatkan para ulama
di atas, walhamdulillah, setelah sekian lama
dibelenggu waswas, akhirnya saya bisa sembuh dari
penyakit berbahaya ini. Saya bisa kembali menikmati
hidup dan ibadah dengan tenang tanpa ada waswas
dan keraguan. Karena itu, bagi yang telah terserang penyakit ini, segeralah diobati. Dan bagi yang belum
terserang-semoga saja tidak terjadi tentunya-
waspadalah!
Sumber: anung.com
>>

0 komentar:

Post a Comment

Tinggalkanlah komentar anda di sini

Baik tidaknya artikel ini hanya pada sebatas tujuan untuk berbagi. baik itu informasi, inspirasi ataupun sekedar basa basi. Baca juga artikel yang lain, terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More