Ruang gelap dana partai

Reformasi ternyata tidak membuat partai politik kian
mandiri. Bahkan, boleh jadi partai politik di Indonesia
yang paling enak di dunia. Mereka bisa hidup bukan
oleh kekuatan sendiri, melainkan karena kucuran
dana dari pemerintah dan berbagai sumbangan.

Mengelola partai di wilayah yang luas seperti
Indonesia memang tidak gampang. Bayangkan harus membangun kantor di 33 provinsi,
75% kabupaten, dan 50% kecamatan. Di Indonesia
sekarang ini terdapat 398 kabupaten dan 93 kota
serta 6.300 kecamatan. Sayangnya, sejak lama negara membiarkan partai
hidup dan berkembang bukan oleh kekuatan sendiri,
melainkan disusui. Itulah yang tecermin dalam UU
Partai Politik terbaru hasil revisi, yang disahkan DPR
pekan lalu. Undang-undang itu menyebutkan partai politik masih
memperoleh kucuran dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Hebatnya lagi, pagu sumbangan
dari badan usaha atau perusahaan di naikkan dari Rp 4 miliar menjadi Rp7,5 miliar. Ironisnya, melonjaknya pagu sumbangan dari
perusahaan itu tidak diiringi dengan berbagai
ketentuan yang jelas dan tegas. Padahal, fakta
memperlihatkan transparansi dan akuntabilitas
laporan keuangan partai sangat buruk. Laporan dana dari APBN, misalnya, yang sebenarnya
sudah memiliki format baku berdasarkan
Permendagri No 24/2009, banyak dilabrak partai-
partai politik dengan berbagai alasan.
Partai Demokrat adalah salah satu contohnya. Sampai
bulan lalu, partai peraih terbanyak kursi dalam Pemilihan Umum 2009 itu belum juga menyerahkan
laporan pertanggungjawaban dana bantuan parpol. Bukan cuma banyak partai yang lelet menyerahkan
laporan keuangan. Forum Indonesia untuk
Transparansi Anggaran (Fitra) malah mencatat
penyalahgunaan dana bantuan partai politik sebesar
Rp24,6 miliar di 20 provinsi pada 2009. Itu baru dana yang dikucurkan lewat APBN.
Bagaimana dengan dana dari sumbangan perorangan
dan perusahaan? Jelas, lebih gelap. Gelap karena
publik tidak pernah tahu asal usul dana dan
penggunaannya. Celakanya, biar ada ketentuan-ketentuan yang
memagari perkara dana politik itu, partai politik yang
melanggar ketentuan tersebut toh dibiarkan. Lebih
celaka lagi, sanksi yang dijatuhkan juga banci. Belum
pernah ada parpol yang laporan keuangannya
melanggar dikenai sanksi pembubaran. Karena itu, wajar bila ada desakan agar hasil audit
laporan keuangan partai politik tidak cuma diberikan
kepada Komisi Pemilihan Umum, tapi juga ke Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Bagaimanapun, di tengah belum mandirinya partai
politik, naiknya pagu sumbangan dari perusahaan hingga Rp7,5 miliar memang hanya menciptakan
peluang bagi praktik-praktik korupsi dan politik
dagang sapi. Tanpa akuntabilitas dan transparansi sama artinya
membiarkan dana partai bergerak di ruang gelap. Bila
itu dibiarkan, jangan berharap partai mampu menjadi
kekuatan antikorupsi. Jangan pula berharap
pemerintah sekarang dan mendatang bisa bersih dan
transparan
>>

0 komentar:

Post a Comment

Tinggalkanlah komentar anda di sini

Baik tidaknya artikel ini hanya pada sebatas tujuan untuk berbagi. baik itu informasi, inspirasi ataupun sekedar basa basi. Baca juga artikel yang lain, terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More