Pecundang Yang Garang


Awal dari kejadian itu, bermula dari keberanian seorang pak waluyo sebagai penyemir sepatu untuk masuk ke rumah makan yang sedikit punya kesan kelas mewah, padahal duit sedang cekak yang barangkali sedikit punya kehawatiran kalau saja setelahnya makan-- pak waluyo justeru mendapati kalau dompetnya jadi hilang ketebalanya.

Setelah masuk ke rumah makan sembari istirahat siangnya, ia membuka dompet dan menimbang nimbang jumlah kebutuhan duitnya. Intinya pak waluyo merasa sedikit takut, dan meniatkan sengaja makan dengan menu yang sesederhana mungkin mengingat dari pilihan pak waluyo sendiri untuk sedikit bisa memanage isi dompet. Pak waluyo berpikir; Segala sesuatu yang bertujuan baik, tentu harus punya perhitungan yang baik juga bila kita tidak ingin terjebak pada kesalahan kita sendiri. Disitu waktu itu pak waluyo duduk ngambil posisi di bundaran meja bagian tengah. Setelahnya pak waluyo duduk sambil menunggu makanan yang sudah di pesan, ia terlihat sangat lapar sekali sambil sesekali memutar pandangan matanya ke beberapa meja kursi yang berderet rapih ber cat kuning keemasan.

Pada deretan meja depan dimana pak waluyo duduk, nampak dua orang gagah garang berseragam kepolisisan, dan persis di deretan meja samping nampak seorang pria berdasi sedang menunggu pesananya sambil sesekali memainkan ponsel pribadinya. Ia seolah acuh dengan sekelilingnya. Pria berdasi tersebut mengambil tempat duduk lebih awal dari pada pak waluyo ataupun dua pak polisi tadi.

Dua polisi berseragam nampak sedang terlibat obrolan serius yang barangkali susah di mengerti oleh pak waluyo sebagai seorang tukang semir. Pak waluyo hanya bisa diam karena tidak ada yang bisa di mainkan kecuali memainkan hati dan gerakan mulutnya untuk selalu tetap berdzikir. Tiba-tiba datang seorang pria sebagai pelayan rumah makan nampak sudah membawa menu menu yang sudah di pesankan di kedua tanganya. Pak waluyo berdiri untuk memastikan kalau pesananya sudah datang, tapi pelayan itu cuma memberi sekulum senyum karena pesanan tersebut memang di peruntukan buat pria berdasi tadi yang sudah lebih dulu datang lebih awal. Akhirnya pak waluyo duduk kembali sambil menahan malu pada diri sendiri. Kirain pesanan saya, ternyata salah. Bapak paruh baya ini membatin.

Beberapa menit setelahnya, suara gelas pecah sontak menarik pehatian sebagian pengunjung rumah makan. Karena mungkin kurang hati hati atau ada kesalahan kecil lain yang pada akhirnya gelas yang hendak di sodorkan ke meja buat pria berdasi tadi langsung tertumpah. Pria berdasi itu merasa di kagetkan, tidak terima dan langsung marah dan mendorong pelayan tadi hingga piringnya ikut terpelanting dan jatuh terduduk. Ia membentak dan menghardik sepuasnya karena baju putih dan sepatu hitamnya sudah berubah warna alias kotor. Bahkan pria berdasi tadi mengancam untuk mengusulkan agar pelayan tersebut bisa segera di pecat dari pekerjaanya.

Setelah bangun dari jatuhnya, sontak pelayan tadi mendadak mukanya memerah, tanda kalau ia sangat malu dan hatinya merasa tersakiti. ia hanya bisa diam, mengiba dan terus meminta maaf atas kesalahnya, sesekali ia mencoba membersihkan baju pria berdasi tadi. “Tidak usah, gak bakalah bisa bersih”pria tersebut menampik tangan pelayan tadi yang hendak membersihkan dan meminta maaf. Sekali lagi ia mencoba meminta maaf yang mengatakan kalau perbuatanya tersebut bukanlah atas kesengajaan, itu semata atas kelalaian dan dengan kesalahnya tadi ia siap untuk mengganti rugi bilamana itu adalah permintaan dan jalan terbaiknya untuk menyelesaikan masalahnya. Semakin banyak penjelasan justru pria berdasi itu semakin naik pitam dan marah besar dengan mengeluarkan kata kata kotor yang tidak pantas keluar dari mulut seseorang yang nampak punya pendidikan tinggi.

Pak waluyo hanya bisa diam walaupun sempat menenangkan pelayan tadi untuk mundur dua langkah guna menghindari tindakan marah yang lebih parah, pak waluyo merasa hatinya tersakiti dengan melihat bagaimana pelayan yang ramah tadi terus di caci maki. dalam hati ia ingin sekali melerai dan siap menyemir sepatu punya pria berdasi tadi. Namun apalah daya pak waluyo adalah pak waluyo, ia memilih diam untuk menghindari situasi yang bertambah panas. Saat itu keberanianya belum bisa mengalahkan ketakutanya. Semua mata yang tertuju pada kejadian yang miris tersebut hanya bisa bersikap diam bak pecundang. Tidak terKecuali dua orang polisi tadi yang sedari tadi hanya bisa duduk menonton, mengiba dan diam tanpa punya keberanian sedikitpun untuk menghentikan pria berdasi itu yang terus mencaci maki pelayan tadi, hingga sudah punya niat berbuat kasar.

Merasa punya sekumpulan keberanian yang masih tersimpan di ubun ubun, pak waluyo langsung berdiri sambil menggebrak meja dengan kotak semir sepatunya, langsung saja suara gebrakan meja tadi menarik perhatian banyak pengunjung di sekitaran rumah makan. “Anda anda semua kenapa pada diam, seperti tidak punya keberanian untuk tujuan membenarkan. Termasuk kau dua perwira polisi, anda anda tidak lebih sebagai seorang pecundang yang garang”.... Memuntahkan semua kalimat sisa sisa keberanianya, pak waluyo menuding lurus dua muka polisi tersebut, karena di anggapnya sebagai pecundang yang garang yang tidak mempunyai keberanian.








22 comments:

  1. Postingan Keren.
    Memang kita kadang acuh pada lingkungan sekitar. lebih memilih cari aman, mungkin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul, mungkin karena takut. Banyak dari kita yg sebenarnya udah tau dia lagi nyopet tapi kita lebih memilih sikap diam.

      Delete
  2. Loh... koq Bapaknya malah marahin Pak Polisi, koq enggak marahin Bapak yg pake dasi aja langsung.... ^.^a

    Kalo sy termasuk pelayan yg kurang ramah, Mas :D. Udah seramah mungkin koq di marahi, ya udah sy juga ikut marah (kalo ada tenaga) kalo enggak ya mending diam aja (ngabisin energi) :D

    Wong wong sing atos emang kudu diatosi... Sanjange Pak Ustadz sih attakaburu 'ala takkabur shodaqoh.

    Haha... koq jadi panjang sih koment gueh :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. mungkin saja bapaknya tdk mau terlibat lbh jauh, artinya cuma menengahi aja itupun sebenarnya harus di lakukan oleh polisi sedari awal...

      Delete
  3. Jadi merasa tersindir neh, saat saya berada di terminal dan sedang terjadi 'drama' penipuan. Karena saya melintasi jalur tersebut secara reguler utk mudik, jd kemudian hapal jika sekelompok laki-laki tsb melakukan panggung penipuan dengan target biasanya bis yg datang dr luar kota dan moment kejadiannya selalu lewat tengah malam (atau karena saya yg mmg melintasnya pada jam-jam tsb?). Dan saya di tempat duduk saya tidak punya keberanian utk berteriak lantang bahwa 4-5 pria tsb sedang beraksi mencari korban utk di tipu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. harusnya laporin ke polisi mbak hehe itupun kalo polisinya gak doyan duit :D

      Delete
  4. Bisa jadi uang, pangkat dan jabatan membuat orang terlihat garang, padahal, dibalik itu semua dia adalah seorang pecundang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenarnya banyak polisi2 pecundang. Mereka mau menyelesaikan masalah jika harus di barengi dgn uang dan apakah itu sbg bagian dari sikap pecundang? Entahlah...

      Delete
  5. kok udah habis sih ceritanya ?
    mau tau gimana respon perwira polisi itu di bentak, langsung ngeluarin pistol kah, atau gimana ? hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya, mungkin polisi tadi cuma mau meniru gaya pemimpin skrg... Ikut prihatiin.

      Delete
  6. Suka dengan ceritanya. Pak Waluyo memang dahsyat; pemberani.

    ReplyDelete
    Replies
    1. berani karena benar, makanya bapak ini lbh berani dari pada polisi hehe...

      Delete
  7. jadi seragam itu artinya apa ya, cuma atribut, cuma pamer apa cuma sok keren, seragam gak ngaruh, hihihi dasar bastard mereka :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo sekarang, seragam lebih di fungsikan sbg pamer bukan lagi pda tujuan dasarnya. Barangkali....

      Delete
  8. memang kejadian spt itu (juga termasuk yg diceritakan mbak Ririe) sering terjadi dalam kehidupan kita, banyak orang (mungkin termasuk aku) yang takut jika terlibat dalam masalah2/keributan spt itu. Cari amannya.. itu istilah gampangnya. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. karena takut, barangkali menjadi sebuah hal yg wajar buat mbaak, tapi kalo perwira polisi? Bukan lagi sebuah kewajaran...

      Delete
  9. seragam palsu ya tapi tidak bisa membantu

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah zaman skrg sih bu kalau mau minta bantuan polisi harus pakai uang dulu :D

      Delete
  10. benar2 tuh dua perwira polisi nggak ada wibawanya,,,
    kok ada ya?
    padahal perwira kan?

    Aih dunia ini semakin tidak ramah. eeh orang2 nya deng, tidak punya hati.

    postingan keren, tapi kok gambarnya kurang sesuai. kok mata satu ya?
    just ask

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe sebenarnya ini hanya cerita fiksi yang sengaja sya tulis sbg satir. Kalo gambarnya sendiri saya menilainya mata mata tsb melihat jelas dari kejadian miris di depanya tapi mereka menolak dgn isyarat bahasa gambar memakai tangan tangan yang sya anggap sbg bentuk penolakan.

      Terimakasih udah mau share disini. Salam,,

      Delete

Tinggalkanlah komentar anda di sini

Baik tidaknya artikel ini hanya pada sebatas tujuan untuk berbagi. baik itu informasi, inspirasi ataupun sekedar basa basi. Baca juga artikel yang lain, terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More