Setiap apa yang sudah saya katakan pada kesempatan hari itu, tak lain adalah semisal dari potret pertanggung jawaban saya pada hari esok. apa yang kemudian saya katakan pada hari ini, mestinya bisa benar benar di petuahkan dan di terjemahkan dengan penuh kesadaran dan kewajaran. Kalaupun saya tidak bisa mempertanggung jawabkan apa yang pernah saya katakan tempo hari, minimal saya sudah mempersiapkan dengan semua bentuk ragam resikonya, berkaca dari pengalaman beberapa orang, bukankah itu akan jauh lebih baik sebagai buah dari serupa cermin guna menjaga dari hal yang sifatnya bisa merugikan saya sendiri.
Saya merasa cukup di ingatkan betul pada satu cerita tentang kisah perjalanan hidup seorang artis pria terkenal negri ini, saya sengaja tidak mau menyebutkan namanya, yang pasti saya menyebutnya sebagai seorang yang punya kapabilitas dan kualitas, baik dalam pundi beragam karyanya maupun dari sisi kepribadianya. saat dia mempunyai kesempatan untuk menjelaskan prihal perselisihan dengan seorang ayahnya, ia mencoba menjelaskan dengan segudang kemampuanya berkata kata, seolah mau meyakinkan orang lain kalau dirinya merasa sudah berada di satu pihak yang di anggapnya benar. Sebagai catatan, sebenarnya ia di takdirkan hidup di tengah perceraian kedua orang tuanya sedari dulu. Dan, ia mengatakan merasa sangatlah beruntung bisa tinggal bersama ibunya.
Merasa dirinya benar dan pintar, tentu karena punya alasan alasan. alasan dia berselisih dengan ayahnya adalah dengan di perjelas beberapa pengakuanya untuk sekedar memojokan ayahnya sendiri, sekaligus menegaskan kalau pilihanya untuk tinggal bersama ibunya adalah sebuah putusan yang tepat. Bahkan ia sendiri pernah melontarkan dengan lantangnya, BAHWA; Jika menghadapi situasi karena orang tuanya sudah bercerai, harusnya anak bisa di asuh oleh ibunya, seperti saya, alasanya bla bla blaa... Nah, adapun ketika dirinya sudah terbelit dan di hadapkan pada masalah rumah tangganya yang serupa, yaitu perceraian, dia malah melontarkan pernyataan yang justru bisa saya katakan sebagai tindakan menelan " ludah sendiri ". Demi memperjuangkan guna mendapatkan hak asuh anaknya, Ia mengatakan bahwasanya anak laki laki seharusnya di asuh oleh ayahnya (bukan ibunya) jika kedua orang tuanya harus menemui jalan perceraian. Bukankah dia sendiri seorang laki laki yang pernah membenarkan kalau dirinya sudah di asuh oleh ibunya sendiri.
Dari sekilas kisah di atas, penulis tidak ada maksud apapun dari penyebutan nama artis tadi (walopun tidak secara spesifik), kecuali hanya sebatas contoh dari jalan pikiran saya yang coba saya parkirkan lewat tulisan ini. Tulisan yang menangkap pesan adanya sikap inkosistensi akibat pernyataan yang tidak sama dengan pernyataanya yang lain. Kuat dugaan--Itu akibat karena faktor ketidakingatan seseorang ataukah sebagai sikap manusia yang berlabel ambivalent, saya juga tidak tahu persis. Yang pasti, kredibilitas dan kualitas pribadinya sedikit RUSAK hanya akibat dari perkataanya yang tidak bisa di pegang. Akibat dari ketidakmampuanya melindungi kata-kata.
****
Saya sekarang berkata dengan lafadz A guna menyikapi pada sebuah pembahasan tertentu, semoga kemudian bisa di teruskan dengan lafadz A juga sebagai bagian dari usaha untuk meligitamasi sikap konsistensi diri, yang manakala akan sangat di perlukan untuk upaya pembenaran, bahwa saya dan kehadiran setiap kata kata saya-- minimal masih bisa di percaya oleh orang lain. Begitupun dengan sebuah tulisan, Itu sebuah usaha, bukan janji.Jika di satu sisi saya menginginkan punya isteri yang berjilbab hehe, tapi setelahnya saya mendapatkan isteri yang tidak berjilbab, itu bukanlah sebuah kesalahan. Tapi lebih punya makna pesan sebagai bentuk upaya untuk melindungi kata kata saya sendiri.
Hopefully can get a lesson from this paper :)
jadi berkata-kata harus berhati2. loh sekarang sudah punya istri belum?
ReplyDeleteTapi seumpamanya yang pernah kita katakan adalah sesuatu yang salah gimana sob?
ReplyDeleteanak dibawah 5 tahun hak asuh memang oleh ibunya
ReplyDeletediatas 5 tahun, pengadilan berhak menilai siapa yang memiliki hak asuh tersebut...
manusia cenderung mengatakan "benar" dari kacamata "kepentingannya", bukan berdasarkan fakta dan hukum yang "hak"
ReplyDeletelidah memang tak bertulang, jadi bisa sedemikian gampang nya di bolak-balik sekehendak hati....yah, itulah manusia...tempatnya salah dan khilaf...semoga kita termasuk golongan orang-orang yang bisa bijak dalam bertutur kata ya....salam....
ReplyDeletekalo berkata2 memang hrs dipikir2 dulu, jgn hanya krn emosi saja.
ReplyDeletebetul mbaak :)
Deleteyah kl gak dapat istri berjilbab, ntar istrinya dibimbing biar mau menutup aurat. ladang pahala loh itu :)
ReplyDeleteYayack, sebetulnya kita bisa minta apapun pada Allah. Minta semua dimudahkan Allah. Termasuk harapan punya istri berjilbab, taat beribadah dan akhlaknya baik. Karena berjilbab saja belum cukup.
ReplyDeleteAgar hidup dimudahkan Allah, kita mesti ridho pada semua yang kita terima, berserah diri pada Allah (tawakal) dan banyak sedekah. Kasus ekstrim dicontohkan oleh ustad Yusuf Mansyur, sedekah hampir semua uang yang dimiliki karena yakin Allah akan mengganti lebih banyak.
Saat kita mendekat Allah dengan berjalan, maka Allah akan mendekati kita dengan berlari. Selalu optimis, berprasangka baik, itu akan memudahkan hidup kita.
Misalnya aku dijauhi teman, biarpun menyakitkan aku pikir itu lebih baik karena teman itu membawa pengaruh buruk. Soal anak-anakku yang dijauhkan dari aku, aku gak akan membahas siapa yang berhak mengasuh. Aku lebih cenderung berpikir bahwa aku diberi kesempatan untuk mengurus diri sendiri. Aku bisa belajar tentang Islam, bahkan bikin usaha kecil-kecilan dengan teman di luar pekerjaan tetap...
Hidup itu penuh anugerah Allah, semakin banyak bersyukur (walau untuk hal yang menyakitkan dan menyedihkan) maka hidup akan terasa lebih nikmat. Kalo aku gak belajar Islam lewat blog aku gak akan paham soal filosofi hidup...
Kunjungan silaturahmi sobat
ReplyDeletesetiap apa yang kita katakan, setelahnya akan mendapat cobaan dari apa yang kita katakan tadi, maka berhati-hatilah sebelum berkata-kata
ReplyDelete@pakde sulas: bener juga ya, kepentingan bsa punya potensi dan mengajak kita utk berkata bohong...
ReplyDelete@Mami Zidane: salah adanya pada manusia, tapi gak ada salahnya kalo kita bsa meminimalisir bentuk kesalahan tsb guna membangun kepercayaan orang lain kepada kita.
ReplyDelete@covalimawati: betul, ada baiknya bsa berkaca dlu sebelum apa yg sudah kita katakan bsa merugikan kita sendiri.
ReplyDelete@matahari: hehe terimkasih, kata katamu adalah doa, mudah2an hehe
ReplyDelete@Ami: sepakat mbaak ami hehe terimakasih sudah menambahkan apa myg belum sempat sya tulis, intinya sya masih perlu banyak belajar dlm banyak hal, termasuk sma mbak amii :)
ReplyDelete@Master Software Mobile: terimakasih buta kunjunganya hehe rupa2nya ada penggemar barca :D
ReplyDelete@win3: siap memanen apa yg sudah kita tabur :)
ReplyDelete@Lidya - Mama Cal-Vin: beloom, hehe mau nyariin tah buuu? :D
ReplyDelete@Anak Rantau: kalo kita udah tau itu salah terus terpaksa harus mengatakanya, sejujurnya sma aja kita tdk bsa melindungi kata katanya sendiri :)
ReplyDelete@Rawins: oooh gtu ya mas :D dapet di kasih tau sma ibuee ya :P
ReplyDeletemengeluarkan pendapat atau berkata itu mudah sekali,tapi menghargai & menghormati itu semua yang jarang kita jumpai di negeri ini :(
ReplyDeleteyang pasti saya selalu bersikap memahami setiap kata bukan menilai suatu kata
orang yang plin plan itu artinya dia hanya melakukan pembenaran diri sendiri bukan kebenaran hakiki. kalo kata2 itu dari hati bukan emosi insya Alloh akan ada konsistensi.
ReplyDeleteSemoga dpt istri yg berjilbab :)
makanya ada pepatah, mulutmu harimaumu
ReplyDelete