Menolak Yang Bukan Hak


-----

Sampai sekarang pun saya belum menemukan kata mengerti, tentang sebuah kebiasaan dan keumuman yang sepertinya telah menjadi tumpang tindih budaya, entah awal mulanya karena sebuah tujuan yang menggiring pada munculnya sebuah manfaat, atau hanya sekedar simbol simbol spiritual yang kadang selalu memunculkan pertanyaan demi pertanyaan. sekaligus menyodorkan beberapa jawaban jawabanya yang masih menggantung.

 Apakah wajib hukumnya jika ahli waris harus menggelar tahlilan pada saat dimana salah satu anggota keluarganya sudah meninggal? Berkaca dari fenomena yang terjadi di tengah masarakat luas, khususnya di kampung saya. pertanyaan itu seperti sudah memberi jawabannya, seperti ada kata mewajibkan. Padahal tidak ada hadist yang bisa di pertanggung jawabkan; bahwa orang orang yang sudah tertimpa musibah karena salah satu anggota keluarganya meninggal, kiranya bisa menyiapkan untuk biaya yang tidak sedikit (menggelar acara tahlilan).

 Entah atas dasar tujuan bersedekah yang niatnya untuk kebaikan orang yang sudah meninggal, atau penghapus dosa dosa semata. Faktanya, tidak kaya tidak miskin, tahlil seperti sudah menjadi keharusan. Jika itu tidak jadi di lakukan maka seperti ada pasal pasal yang di langgar. Budaya seperti itu seperti mengekor dari kebiasaan kebiasaan lain. Uang sholawat salah satunya, yang sering di bagi bagikan di rumah hajat-- saat dimana mayat itu masih di semayamkan di rumah duka sampai mayat itu sudah benar benar di kebumikan.

 Pada suatu waktu, sehabis ikut mensholatkan mayat tetangga dekat, saya sengaja ikut mengantarkan mayat sampai ke pemakaman. Dimana disitu akan ada sesi yang di isi beberapa macam acara yang punya tujuan untuk mendoakan buat kebaikan orang yang sudah meninggal. Salah satunya adalah tahlilan. Setelahnya selesai semua yang sudah menjadi inti dari prosesi penguburan. Biasanya pihak ahli waris akan membagikan berupa amplop yang berisi beberapa lembar uang kertas kepada pihak pihak yang sudah melibatkan dirinya untuk hadir di pemakaman. Mungkin atas alasan rasa berterimakasih. Terimakasih karena sudah mengantarkan sampai ke peristirahatan terakhir, terimakasih karena sudah mendoakan sebagai seasama muslim.

Sehari setelahnya saya menggunakan uang yang terselip di dalam amplop tempo hari kemarin, paman saya pernah bilang; lain kali untuk lebih berhati hati dengan uang sholawat tersebut. Jika saja ahli warisnya itu adalah anak anak yatim, semoga kita tidak dengan sengaja memakan sedikit HARTA dari kepemilikan anak yatim. Sebagai sesama muslim, bukankah kita di berikan mandat oleh hadist hadist untuk membantu orang yang sudah tertimpa musibah, tujuan kehadiran kita bukan malah membebani mereka.



 Gambar dari sini

5 comments:

  1. dikeluargaku malah ga kenal tahlilan. apalagi yang waktunya berkala 3, 7, 40, 100 dan 1000 hari. mendoakan tetap seperti biasa tiap abis shalat tanpa ada acara kirim fatihah dan sebagainya.
    buat sebagian kalangan mungkin dianggap tidak sayang keluarga yang telah mendahului. tapi sudah kebiasaannya begitu, jadinya ga terasa aneh lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rasulullah jg sebenarnya gak kenal yg namanya tahlilan, yg terkadang bsa menghabiskan uang yg tdk sedikit. tapi kalo disini sudah menjadi keumuman. kalo ada org ninggal terus gak mengadakan tahlilan siap2 saja akan menjadi perbincangan yg punya tendensi mengarah pda hal2 negatif. bahkan ada yg menyebut muhammadiyah, lah kalo muhammadiyah emang kenapa? msh terlalu banyak yg berpikir konservatif...

      Delete
  2. bener banget, sgt riskan jika yg kita makan tercampur haknya anak yatim - piatu. semoga kita terhindarkan dari kesengajaan/ maupun tanpa senagaja memakan sedikit HARTA dari kepemilikan anak yatim.

    ReplyDelete
    Replies
    1. mungkin kebanyakan org tdk menyadari, kalo apa yg sudah kita dapat belum tentu menjadi hak.

      Delete
  3. suatu adat yang kemudian mengakar menjadi budaya,, kalau kita mau menelisik ke sejarah awal peradaban Islam ke bumi nusantara kita ini, berbagai cara dilakukan oleh para sunan/wali untuk menyebarkan agama Islam yang mana saat itu budaya hindu begitu erat berperan.

    Salah satu cara yang dilakukan oleh para sunan/wali adalah merubah adat meratapi sosok yang sudah meninggal dengan cara mendoakan, budaya berhitung juga diubah walau cara mengubahnya tidak segampang membalikkan telapak tangan, karena itu masih ada acara niga, nujuh, dst tapi isi nya yang diubah.

    Islam itu indah, selalu memberi damai asal para umatNya tetap berpegang pada Al Qur'an dan Al hadist. Begitu banyak orang yang hafal dan pandai membaca Al Quran, tapi berapa banyak yang bisa mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari?

    Menjadi begitu sulit untuk merubah orang lain, seakan-akan ingin mengisi air ke dalam gelas yang telah penuh air,, tetapi kenapa tidak kita mencoba merubah diri sendiri terlebih dahulu, dan berani berkata tidak untuk suatu keburukan dan iya untuk suatu kebaikkan?

    tetap semangat memaknai arti kehidupan sob! :)

    ReplyDelete

Tinggalkanlah komentar anda di sini

Baik tidaknya artikel ini hanya pada sebatas tujuan untuk berbagi. baik itu informasi, inspirasi ataupun sekedar basa basi. Baca juga artikel yang lain, terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More