Di Perbatasan Ikhlas




Pada sebuah masalah apapun, termasuk agama, kalau sudah di komoditikan ke dunia luas cenderung selalu memunculkan perbedaan, itu wajar dan sesuatu hal yang biasa, tidak harus paranoid jika apa yang saya telan sebagai sebuah pembenaran kemudian di tangkap oleh sebagian orang menjadi lain. Tidak terkecuali ketika saya lagi semangat2nya mengkampanyekan sesuatu yang baik, lantas muncul kata2 dan kalimat sentilan yang punya konotasi negatif. Buat saya tidaklah masalah selagi tidak menabrak pasal2 atau hadist yang sudah di nubuatkan.

Jujur, ketika niat saya hanya murni mencoba untuk belajar bisa Istikomah dalam kebaikan apapun, kemudian di artikan oleh beberapa orang sebagai bagian dari pamer atau ibadah yang tidak ikhlas, hemm.. Hak orang untuk bisa menilai dengan asumsinya masing2, tapi di situ ada hak saya juga untuk bisa meneruskan apa yang menurut saya itu sebuah hal yang positif. Ikhlas dan tidak ikhlas itu batasanya tipis, tidak bisa di baca dengan mata dan perasaan orang lain, hanya saya dan Tuhan saya sendiri yang tahu. Ikhlas juga hanya urusan saya dan Tuhan saya sendiri yang boleh ikut campur, ngapain juga kalau ada orang bolak balik di depan rumah saya pergi ke masjid lalu tiba2 saya pengen tahu itu orang ikhlas apa enggak sih hehe..

Darimana orang tahu kalau amalan seseorang tidak ikhlas karena Allah SWT. Memangnya orang itu nabi? Harus di ruqyah ini orang hehe. Kalau kita lihat ada seseorang pergi sholat ke mesjid apakah kita bisa memastikan bahwa dia tidak ikhlas karena telah menampakkan amal? Kalau gitu caranya maka nabi pasti mengajarkan kita untuk mengendap-ngendap saat pergi ke masjid. Kalau pergi haji apakah harus disembunyikan agar bisa ikhlas? Gimana tetangga nggak curiga kalau seseorang pergi haji selama dua bulan tapi keluarganya menutupinya dengan alasan agar ikhlas.

Teringat pesan Murobi yang mengatakan untuk membedakan dakwah dan riya patokannya adalah sikap kita saat ada yang meniru perbuatan kita. Jika kita beramal di hadapan orang lain dan ada yang meniru perbuatan kita lalu kita merasa senang maka itu berarti dakwah. Jika ada yang meniru amal shalih kita lalu itu membuat kita marah berarti itu riya." Hanya Allah yang tahu apa yang ada di dalam hati seseorang. Wallahu a'lam bissawab..





gambar: captionit.com




8 comments:

  1. jadi kembali ke niat awal kita ya

    ReplyDelete
  2. betul sekali, ikhlas itu urusan manusia dengan Tuhan-nya

    ReplyDelete
  3. kalau niatnya lurus, walaupun awal2 orang memfitnah kita, nanti juga bakalan keliatan kalo niat kita itu tulus. Nggak ada niat pamer.. sabar yahh

    ReplyDelete
  4. Semoga kita semua termasuk kepada zona ikhlas dalam menjalankan kebaikan :)

    ReplyDelete

Tinggalkanlah komentar anda di sini

Baik tidaknya artikel ini hanya pada sebatas tujuan untuk berbagi. baik itu informasi, inspirasi ataupun sekedar basa basi. Baca juga artikel yang lain, terima kasih...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More